This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 16 Juni 2012

Korban KKA Minta Pemerintah Sahkan Qanun KKR

PM, Lhokseumawe—Puluhan keluarga korban Tragedi Simpang KKA menuntut pemerintah Aceh segera mengeluarkan qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pengadilan HAM di Aceh.
Hal itu disampaikan kepada puluhan keluarga korban di sela sela memperingati 13 Tahun Tragedi Simpang KKA di ruas Jalan Simpang KKA, Desa Paloh Lada, Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Rabu (3/5).
Kordinator Demokrasi Aceh Utara, Muhammad Usman, mengatakan, dalam memontum 13 Tahun tragedi Simpang KKA, keluarga korban sangat berharap kepada pemerintah Aceh dan pemerintah pusat dapat segera merealisasikan qanun KKR dan Pengadilan HAM , sehingga pelanggaran HAM di Aceh khususnya tragedi Simpang KKA dapat terungkap.
Menurut Usman, dalam MoU Helsinski sudah sangat tegas dinyatakan bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Pengadilan HAM di Aceh harus dibentuk dengan tujuan agar negara bertanggung jawab terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Aceh.
“Tragedi Simpang KKA hanya salah satu dari sekian banyaknya tragedi berdarah di Aceh, sampai hari ini negara belum memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, menghormati, dan memperjuangkan HAM,” kata Usman.
Acara memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA itu juga diwarnai pembacaan surat anak korban yang ditujukan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu dibaca oleh Risma Aprilia, 18 tahun yang merupakan anak dari Karimuddin, salah satu dari 21 korban dalam peristiwa berdarah tahun 1999 silam.
“Surat tersebut akan dikirim kepada Presiden SBY sebagai suara hati anak korban tragedi Simpang KKA yang menuntut komitmen tegas Presiden SBY untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Aceh termasuk kasus Simpang KKA,” kata Muhammad Usman yang juga panitia kegiatan memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA.
Selain pembacaan surat untuk SBY, keluarga korban dan pegiat HAM membagikan selebaran kepada peserta dan pengguna jalan Medan-Banda Aceh yang melintasi Simpang KKA.
HUT 13 Tragedi Simpang KKA itu juga ditandai dengan didirikan bangunan tugu yang bertuliskan nama seluruh korban Tragedi Simpang KKA pada 3 Mei 1999 silam lalu. Acara tersebut juga di hadiri oleh Sekda Aceh Utara, Ketua DPRK Aceh Utara, Lembaga Kontras Aceh, K2HAU, Forsika, ICTJ, RPuK, KDAU, FKMA, PCC Aceh, SEPAKAT dan masyarakat sekitar Tragedi Simpang KKA.[cff]

Dimuat di Pikiran Merdeka, 04 Mei 2012

Tragedi Simpang KKA (Keadilan Bukan Sebatas Tugu)

Lhokseumawe - Komunitas Korban Tragedi Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh-red) yang terdiri dari elemen sipil dan juga organisasi mahasiswa, hari ini, Kamis (3/5/2012) menggelar peringatan tragedi berdarah di Aceh Utara yang terjadi pada 3 Mei tahun 1999 silam.
Dalam MoU Helsinki sudah sangat tegas dinyatakan bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Pengadilan HAM di Aceh harus dibentuk dengan tujuan agar negara bertanggung jawab terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu di Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa proses pengungkapan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap HAM merupakan salah satu amanah yang harus dituntaskan, seperti halnya kasus Simpang KKA yang hingga saat ini tidak mempunyai titik kejelasan.
Tragedi simpang KKA hanya salah satu dari sekian banyaknya tragedi berdarah yang melenyapkan ratusan ribu nyawa manusia di bumi Serambi Mekkah, sampai hari ini negara belum memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, menghormati, dan memperjuangkan HAM.
Dalam rilis yang dikirimkan ke AtjehLINK tersebut mereka menyatakan bahwa, ketika negara membiarkan segala bentuk pelanggaran HAM Aceh dan tidak diselesaikan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, maka negara sekali lagi telah melakukan pelanggaran HAM dalam bentuk pembiaran, kondisi ini bisa dilihat sebab pemerintah tidak melakukan langkah-langkah kongkrit untuk penyelesaian kasus masa lalu.
Di sisi lain, komunitas korban tragedi simpang KKA juga memberi apresiasi untuk pemerintah Aceh Utara yang sudah membangun tugu korban di Simpang KKA, serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat kepada mereka dalam mendorong pembangunan tugu KKA tersebut. Mereka juga menyatakan rasa terima kasih kepada masyarakat sipil Aceh, mahasiswa Se-Aceh dan korban pelanggaran HAM seluruh Aceh dan menyatakan, bahwa tugu simpang KKA merupakan buah dari perjuangan panjang kita bersama, semoga tugu seperti ini segera terbangun didaerah-daerah lain sebagai salah satu bukti sejarah masa lalu atas kejadian pelanggaran HAM dan semoga menjadi media pembelajaran dimasa yang akan datang.
Pada momentum peringatan 13 tahun tragedi Simpang KKA ini, komunitas tersebut menyatakan:
1.Pemerintahan Aceh dan Pusat harus mengambil langkah-langkah kongkrit misalnya dengan membentuk tim-tim pencari fakta terhadap kasus masa lalu di Aceh untuk adanya sebuah pendomentasian kasus secara menyeluruh di Aceh, pemerintahan Aceh segera membentuk Qanun KKR Aceh.
2.Pemerintahan di tingkat Nasional harus segera mengesahkan undang-undang KKR Nasional yang sudah di cabut.
3.Pembentukan pengadilan HAM untuk Aceh menjadi bahagian dari penyelesaian kasus pelanggaran HAM Aceh, mekanisme pengadilan HAM dan KKR saling berhubungan dalam proses pemberian rasa keadilan bagi korban.
Terkait dengan hal tersebut Komunitas Korban Tragedi Simpang KKA yang terdiri dari Komunitas Korban HAM Aceh Utara (K2HAU), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh (KontraS Aceh), International Center for Transisional Justice (ICTJ), Relawan Perempuan untuk Keadilan (RPuK), Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh (FKMA), Lembaga Swadaya Masyarakat Sepakat (LSM Sepakat), Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) dan People Crisis Center Aceh (PCC Aceh), melalui rilis yang disampaikan kepada AtjehLINK menyatakan, mendesak pemerintah, baik Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat agar segera membentuk KKR dan pengadilan HAM di Aceh, agar keadilan bagi korban dapat terpenuhi dengan baik serta menghukum pelaku pelanggaran HAM di Aceh, karena menurut mereka ‘keadilan bukanlah sebatas tugu’. (Ngah/sp)

Dimuat di atjehlink.com, 03 Mei 2012

Aktivis HAM Gelar Doa Untuk Saddam Husen

Lhokseumawe | Harian Aceh - Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara bersama aktivis HAM, Rabu (2/5), menggelar doa di makam Saddam Husein, korban tragedi berdarah Simpang KKA, Krueng Geukuh, Aceh Utara, 3 Mei 1999. Di komplek kuburan itu, di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh, Aceh Utara, mereka menangis terisak mengenang peristiwa pembantaian 13 tahun silam.
Ibu kandung Saddam Husein, Fauziah,52, yang hadir pada acara doa bersama itu, menyebutkan, Saddam Husein syahid di usia tujuh tahun. Kala itu, ia tercatat sebagai siswa kelas satu SD Inpres Krueng Geukuh. “Saya masih ingat betul kejadian di Simpang KKA yang telah merenggut nyawa anak saya,” katanya. “Saya masih merasa trauma sampai hari ini. Saya menuntut keadilan dan tanggung jawab negara”.
Murtala, Ketua Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) mengatakan, tragedi Simpang KKA menyebabkan 21 orang meninggal dan 156 orang luka-luka. “Doa bersama dan ziarah kuburan Saddam Husein adalah salah satu kegiatan memperingati 13 tahun peristiwa Simpang KKA. Acara puncak kami laksanakan besok (hari ini-red) di Simpang KKA,” kata Murtala didampingi Muhammad Usman, Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara.
Selain K2HAU dan KDAU, kata Usman, Forsika, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat juga tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun peristiwa Simpang KKA. “pada acara puncak akan diisi kegiatan orasi politik korban, pembagian selebaran, tanggapan pihak pemerintah baik Pemerintah Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh yang diundang panitia, juga doa bersama,” katanya.
Usman akrab dipanggil Osama menambahkan, pihaknya akan terus menuntut pemerintah bertanggung jawab menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat Simpang KKA. “Perjuangan menuntut penyelesaian kasus itu tidak akan pernah berhenti meski negara telah melakukan pembiaran selama 13 tahun,” kata Osama. (nsy)

Dimuat di Harian Aceh, 02 Mei 2012

Doa Untuk Saddam Husein (In Memoriam Tragedi SP.KKA)

Aceh Utara – Dalam rangka peringatan 13 tahun kasus Simpang KKA, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU), forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat yang tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun Simpang KKA melakukan doa bersama pada Rabu (2/05/2012), di balai dekat kuburan umum di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
Sesudah doa bersama masyarakat korban dan penggiat HAM yang berjumlah sekitar 50 orang menuju lokasi kuburan Saddam Husein yang tidak jauh dari balai tersebut. Ziarah salah satu kuburan korban simpang KKA “Saddam Husein” merupakan proses kegiatan sebelum peringatan puncak besok (03/05/2012).
Sebelum proses kegiatan dimulai Murtala Ketua K2HAU menyampaikan kronologis tentang detik-detik meninggalnya Saddam Husein 13 tahun yang lalu, tgk Imum yang akan memimpin doa tidak kuasa menahan tangis mendegarkan penyampaian kronologis Simpang KKA yang membuat 21 orang meninggal dan 156 orang luka-luka pasca kejadian 03 Mei 1999 lalu.
Saddam Husein meninggal di Simpang KKA (03/05/199) dalam usia 7 tahun, pada saat itu Husein kecil bersekolah di SD Inpres Krueng Geukuh kelas 1. Fauziah ibunda Saddam Husein sampai saat ini masih menuntut atas kejadian yang menimpa dirinya di Simpang KKA.
Persis hari Senin, 3 Mei 1999 dua belas tahun yang lalu, saya sedang berjualan pisang goreng di simpang empat Krueng Geukueh. ”Mak,…! kita belum ambil uang didalam laci.” Saddam Husein lari mengambil uang itu, saya kembali menyusul dia mengamil uang yang di maksud Saddam, uang itu berjumlah Rp 2.000, uang itu terbungkus di dalam plastik hasil laku pertama sekali saya jualan.
Husein kecil selalu menemani saya berjualan pisang goreng di lintasan Jalan Medan- Banda Aceh di simpang empat Krueng Geukueh sebelum berangkat sekolah, Saya belum dapat melupakan peristiwa itu, saya masih merasa trauma sampai dengan hari ini. Malam-malam kelam masih menyelimuti perasaan saya sebut Fauziah yang sekarang berumur 52 tahun.
“Pembiaran oleh Negara tanpa mengambil langkah-langkah yang jelas untuk penyelesaian kasus simpang KKA merupakan aspek pembiaran yang dilakukan oleh Negara, dimana disaat Negara membiarkan kasus ini tanpa apa penyelesaian maka Negara melakukan yang namanya pelanggaran HAM kali kedua,” sebut Muhammad Usman (Koordinator KDAU).
Iskandar Dewantara (Direktur PCC Aceh) menilai, Negara belum bertanggung jawab untuk memulihkan rasa trauma masyarakat korban dan keluarga korban, hal ini juga bisa dilihat dengan pembiaran sudah 13 tahun KKA belum selesai dan belum ada kejelasan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM.
Masih ada ketakutan Negara akan terjerat para panglima-panglima pelanggaran HAM di Aceh kalau kasus ini diselesaikan sebut Ferry Afrizal dari FKMA.
Peringatan ini didukung oleh; K2HAU, Forsika, ICTJ, RPuK, Kontras Aceh, KDAU, FKMA, PCC Aceh, SEPAKAT. (sp)

Dimuat di atjehlink.com, 02 Mei 2012

13 Tahun Tragedi KKA, Keluarga Korban Ziarah Makan Saddam Husen

LHOKSEUMAWE- Memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) bersama puluhan pegiat Hak Asasi Manusia berziarah ke makam Saddam Husen di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh, Dewantara, Aceh Utara, Rabu pagi, 2 Mei 2012.
Saddam Husen adalah salah satu korban tragedi berdarah Simpang KKA, Dewantara, Aceh Utara pada 3 Mei 1999. Saddam Husen yang berusia tujuh tahun, ketika itu, tengah menemani ibunya, Fauziah, berjualan pisang goreng. Bocah kelas satu Sekolah Dasar Inpres Krueng Geukuh ini syahid setelah diterjang peluru.
Sebelum ke makam Saddam Husen, pihak K2HAU bersama Forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat yang tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun tragedi Simpang KKA, menggelar doa bersama di balai dekat kuburan umum di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh itu.
Doa bersama dan ziarah makam Saddam Husen ikut dihadiri Fauziah, 52 tahun, ibu kandung almarhum Saddam Husen. Sebelum doa bersama dimulai, Ketua K2HAU Murtala menyampaikan kronologis kejadian meninggalnya Saddam Husein 13 tahun lalu. Kata Murtala, insiden Simpang KKA pada Senin 3 Mei 1999 silam menewaskan 21 warga dan 156 orang luka-luka.
Entah karena tak kuasa menahan haru, teungku imum yang akan memimpin doa, ikut menangis mendengar kisah tentang tragedi pelanggaran HAM tersebut.
“Doa bersama yang dilanjutkan ziarah ke kuburan Saddam Husein, yang kita laksanakan tadi merupakan rangkaian kegiatan memperingati 13 tahun peristiwa  Simpang KKA. Acara puncak akan kami laksanakan besok, (3 Mei 12), di Simpang KKA,” kata Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) Muhammad Usman yang akrab disapa Osama kepada The Atjeh Post, usai kegiatan ziarah ke makam Saddam Husen.
Menurut Osama, acara puncak memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA pada Kamis besok bakal diisi dengan beberapa kegiatan, yaitu orasi politik korban, pembagian selebaran, tanggapan pihak pemerintah baik Pemerintah Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh yang diundang oleh panitia. Selain itu, besok juga ada doa bersama.[]

Dimuat di atjehpost.com, 02 Mei 2012

Pemerintah Dinilai Abaikan Tragedi Simpang KKA

LHOKSEUMAWE- Kalangan pegiat hak asasi manusia di Aceh Utara menilai pemerintah masih mengabaikan pelanggaran HAM berat Simpang KKA, Krueng Geukuh, Aceh Utara, yang terjadi 13 tahun silam. Hingga kini belum ada upaya serius dari negara untuk penyelesaian kasus tersebut.
“Tanpa mengambil langkah-langkah yang jelas untuk penyelesaian kasus Simpang KKA merupakan aspek pembiaran yang dilakukan oleh negara, Dan, ketika negara membiarkan kasus ini tanpa ada penyelesaian maka negara melakukan pelanggaran HAM kali ke dua,” kata Muhammad Usman, Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara melalui rilis yang diterima The Atjeh Post, Rabu, 2 Mei 2012.
Direktur People’s Crisis Centre Aceh, Iskandar Dewantara menilai negara belum bertanggung jawab memulihkan rasa trauma masyarakat korban dan keluarga korban tragedi Simpang KKA. “Ini juga bisa dilihat dengan pembiaran yang sudah 13 tahun. Belum selesai dan belum ada kejelasan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM itu,” katanya.
Ferry Afrizal dari Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh memandang masih ada ketakutan negara bahwa akan terjerat pihak tertentu dalam pelanggaran HAM di Aceh kalau kasus Simpang KKA diselesaikan.
Meski negara masih melakukan pembiaran, kata Muhammad Usman, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) dan Forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat, tetap berupaya menggugah dan menuntut tanggung jawab negara untuk penyelesaian kasus tersebut. Mereka bakal memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA, Kamis besok, 3 Mei 2012.[]

Dimuat di atjehpost.com, 02 Mei 2012

Senin, 11 Juni 2012

Inilah Rekomendasi Elemen Sipil Aceh Utara-Lhokseumawe Soal Kekerasan Pilkada

Inilah Rekomendasi Elemen Sipil Aceh Utara-Lhokseumawe Soal Kekerasan Pilkada

LHOKSEUMAWE – Elemen sipil Aceh Utara dan Lhokseumawe menggelar diskusi di kantor LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Selasa, 3 April 2012, guna menyikapi maraknya aksi kekerasan selama kampanye terbuka.

Selain LBH Pos Lhokseumawe, diskusi yang difasilitasi Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh, juga dihadiri pihak Komunitas Demokrasi Aceh Utara, LSM Suara Hati Rakyat, Jaringan Perempuan Untuk Keadilan dan Ranub Women Institute.

Fery Afrizal dari Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh (FKMA) menyebutkan pada 9 April 2012 masyarakat Aceh akan memilih kepala daerah dengan harapan bisa membawa perubahan lebih baik di berbagai sektor. Tapi sayangnya, kekerasan terus saja terjadi sehingga rakyat merasa ketakutan.

“Persaingan politik selama masa kampanye ini sangat jauh dari nilai demokrasi, karena diisi dengan pelanggaran mulai dari pencabutan atribut, penghadangan massa, teror dan ancaman lewat SMS, pemukulan, pembakaran mobil dan posko partai atau kandidat,” kata Fery Afrizal.

Fery dan elemen sipil lainnya menyayangkan aksi kekerasan tersebut yang terjadi setelah semua kandidat mendeklarasikan Pilkada Damai. Selain mencoreng wajah demokrasi di Aceh, mereka menilai hal tersebut juga bagian dari pelanggaran HAM dalam konteks hak sipil politik sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi ke dalam hukum positif di Negara Indonesia yaitu UU No 12 tahun 2005.

Elemen sipil Aceh Utara-Lhokseumawe mengkhawatirkan kalau para pihak tidak bersatu untuk melakukan pencegahan maka masyarakat Aceh akan terus merasa tertekan dengan kondisi politik yang tidak kondusif. Mereka menilai yang paling berperan menjaga perdamaian dalam pelaksanaan PILKADA ini polisi, KIP, Panwaslu, kandidat dan seluruh tim sukses.

Itu sebabnya, hasil diskusi tersebut elemen sipil Aceh Utara-Lhokseumawe mengajak sekaligus mendesak semua pihak agar menghentikan segala bentuk kekerasan di Aceh untuk menciptakan nilai demokrasi yang lebih baik, melaksanakan poin-poin dalam deklarasi Pilkada Damai sebagaimana telah disepakati bersama oleh para kandidat dan tim sukses.

Berikutnya, KIP dan Panwaslu mesti bekerja ekstra guna tidak ada lagi korban yang berjatuhan terutama di kalangan masyarakat sipil, polisi selaku pihak keamanan supaya segera mengusut tuntas dan menangkap pelaka teror, intimidasi dan pelaku kekerasan di Aceh sebagai bagian dari penegakan hukum.[]

The Atjeh Post, Selasa 03 April 2012