This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 17 Oktober 2012

Ormas Di Aceh : Hentikan Skenario Pelumpuhan KPK

Lhokseumawe - Sampai saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menghadapi kriminalisasi dalam menjalankan kewenangannya. Kriminalisasi tersebut menjurus pada skenario pelumpuhan KPK sebagai institusi negara untuk melakukan pemberantasan korupsi indonesia.
Terkait persoalan itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil di Lhokseumawe dan Aceh Utara, Senin (08/10), mengirimkan petisi ke Presiden SBY, dengan perihal "Hentikan Skenario Pelumpuhan KPK".

Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU), Muhammad Usman alias Osama, mengatakan, petisi yang akan dikirimkan untuk Presiden RI merupakan rumusan dari organisasi masyarakat sipil. "Hal ini dapat dilihat dari berbagai tantangan berat yang dihadapi KPK. Polemik yang menjurus pada upaya menjegal langkah KPK terus berlanjut,'' kata Osama.

Dalam petisi yang telah dirumuskan pihak ormas, mendesak Presiden SBY untuk tidak membiarkan konflik antara KPK dan Polri yang terus berlanjut. Kemudian, pihak ormas juga meminta kepada DPR RI khususnya Komisi III yang membidangi hukum/keamanan, dan Politik untuk segera menghentikan upaya melakukan revisi atau undan-undang nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan mendesak Forbes Aceh untuk bersuara dan melakukan kerja nyata menolak setiap upaya skenario pelumpuhan KPK.

Adapun ormas yang merumuskan petisi ini, yakni KDAU, Bytra, Sahara, MaTA, DPM FE Unimal, GAPMAN, Lpi-ha, BEM FE Unimal, HMI, Sepakat, Komunitas Menulis Gense, Dayah Babussalam, PB-HAM Aceh Utara, Permata Aceh Utara, RAWI, LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, MPM STAIN Malikussaleh, dan Plus Institute. (007)

Berita The Globe Journal, 08 Oktober 2012


Ormas Aceh Utara Kirim Petisi kepada Presiden

LHOKSEUMAWE – Sejumlah Organisasi dan Masyarakat Sipil Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Senin, 8 Oktober 2012, hari ini, mengirimkan petisi “Hentikan Skenario Pelumpuhan KPK" kepada Presiden, Komisi III DPR RI, Forbes Aceh.

“Langkah ini bagian dari Save KPK,” kata Muhammad Usman, Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) kepada The Atjeh Post, sejam yang lalu.

Menurut Usman, elemen sipil di Aceh mamandang belakangan ini ada upaya pihak tertentu untuk membuat Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) semakin lemah. Padahal, kata dia, korupsi masih menjadi salah satu kejahatan di negeri ini.

“Termasuk di Aceh, di mana baru-baru ini dirilis oleh FITRA bahwa provinsi ini mendapatkan peringkat ke-2 terkorup di Indonesia. Ini sungguh memprihatinkan kita semua,” kata Usman.

Untuk itu, kata dia, mutlak dibutuhkan eksistensi lembaga penegak hukum yang kuat dan berani memberantas  korupsi yaitu KPK. Itu sebabnya, Ormas di Lhokseumawe dan Aceh Utara mengirim petisi “Hentikan Skenario Pelumpuhan KPK” kepada Presiden, Komisi III (Hukum) DPR RI dan Forbes Aceh.  Berikut isi petisi tersebut:

Lhokseumawe, 07 Oktober 2012

Kepada Yth,
1.    Presiden Republik Indonesia
2.    Komisi III DPR RI
3.    Forbes Aceh

Hentikan Skenario Pelumpuhan KPK

Sampai saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menghadapi kriminalisasi dalam menjalankan kewenanangannya. Kriminalisasi ini menjurus pada skenario pelumpuhan KPK sebagai sebuah institusi negara untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari berbagai tantangan berat yang dihadapi KPK. Polemik yang menjurus pada upaya menjegal langkah KPK terus berlanjut.  Catatan MaTA (Masyarakat Transparansi Aceh)  menunjukkan bahwa sebelumnya, pada tanggal 31 Juli 2012 lalu, saat KPK akan menyita barang-barang bukti korupsi alat simulator di Korps Lalulintas Polri, diketahui jika petugas polisi dan petugas KPK saling bersitegang saat penyitaan. Media massa kemudian memberitakan bagaimana para petugas KPK yang terkunci, tak dibolehkan membawa barang bukti. Dari bukti itulah kemudian KPK mendapatkan informasi dan bukti kuat sehingga telah menetapkan dua perwira berpangkat jenderal sebagai tersangka; yaitu Irjen Djoko Susilo, bekas Kakorlantas Polri dan Brigjen Didik Purnomo (Wakil Kakorlantas Polri).

Tantangan berat KPK berhadap dengan Kepolisian makin menguat saat para penyidik KPK  yang berasal dari Kepolisian ingin ditarik kembali oleh Polri. Dengan demikian, tentu semakin sulit berharap Polri menjadi terbuka tanpa menangani korupsi simulator SIM yang ditangani KPK. Perkembangan ini membuka peluang adanya intervensi. Apalagi penyidik itu sudah lama di KPK, dan tengah mengusut kasus ini. Jika dilanjutkan, Kepolisian kian menjauh dari kepercayaan rakyat.

Dari Senayan pun kisruh untuk merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga kian santer dibicarakan. Revisi ini dari draf yang beredar menunjukkan ada upaya sistematis untuk memandulkan gerakan KPK sebagai sebuah institusi yang selama ini dinilai sudah banyak memakan korban dari kalangan partai politik.  Hal yang direvisi tersebut seperti menghapus kewenangan KPK seperti hak melakukan penyadapan, hak penyidikian dan hak penuntutan. Dengan demikian, apa pun alasannya, revisi UU tersebut patut dicurigai sebagai skenario yang melumpuhkan KPK.

Mencermati perkembangan di atas, maka dengan ini Organisasi dan Masyarakat Sipil Kota Lhokseumawe dan Kabupeten Aceh Utara menyatakan sikap sebagai bebrikut:

Mendesak Bapak Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI untuk tidak membiarkan konflik antara KPK dan Polri RI terus berlanjut. Sebaliknya, SBY harus segera turun tangan mengambil langkah-langkah strategis secara cepat sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

Meminta kepada DPR RI khususnya Komisi III yang membidangi Hukum, Keamanan dan Politik untuk segera menghentikan upaya melakukan revisi atas UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. DPR RI seharusnya memikirkan bagaimana KPK harus semakin kuat dengan dukungan sumber daya yang memadai, bukan malah mempreteli UU tersebut yang lebih layak disebut skenario politik pelumpuhan KPK.

Mendesak Forbes Aceh (13 orang anggota DPR RI dan 4 orang anggota DPD) di Senayan untuk bersuara dan melakukan kerja nyata menolak setiap upaya skenario pelumpuhan KPK.

Demikianlah petisi ini kami sampaikan untuk ditindaklanjuti.

Tembusan:
1.    Kepolisian Republik Indonesia
2.    Komisi Pemberantasan Korupsi

Petisi ini dirumuskan Oleh Organisasi Masyarakat Sipil di Kantor Sepakat Lhokseumawe pada hari Sabtu 06 Oktober 2012 yang terdiri dari:

Muhammad Usman (KDAU), Saifuddin Idris (Bytra), Dahlan M.Isa (Sahara), Aflian (MaTA), Desri Suwanda (DPM FE Unimal), Teuku Mulyadi (MaTA), Saifuddin Idris (Lpl-ha), Abdul Kadir (GAPMAN), Munawir Abdullah (Bem FE Unimal), Zulfadliady (HMI), Khaidir (HMI) Rahmad (KDAU), Edi fadhil (Sepakat), Bisma Yadhi Putra (Komunitas Menulis Gense), TGK.Dailami (Dayah Babussalam), Ikandar Yunus (PB-HAM Aceh Utara), Zulhilmi (Komunitas menulis Gense), Amru Alba Abqa (Permata Aceh Utara), Muhammad Nasrullah (HMI Cab Lhokseumawe), Safwani (RAWI), Zulfikar (LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe), Abdullah (MPM Stain Malikussaleh), Muhammad Adam (Plus Institute).[]

Berita The Atjeh Post.com, 08 Oktober 2012

LSM Di Aceh Utara: ExxonMobil Harus Tanggungjawab Pulihkan Lingkungan

Aceh Utara - Ada sebelas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) Lhokseumawe dan Aceh Utara, mendesak perusahaan Exxon Mobil Oil Indonesia Inc (EMOI) dan pemerintah untuk wajib bertanggung jawab kepada masyarakat di Desa Ampeh, Tanah Luas, Aceh Utara, terkait pencemaran minyak pelumas di saluran air desa tersebut yang terjadi pada Kamis 27 September 2012 lalu.

Sebagaimana yang disampaikan Safwani, SH, selaku Juru Bicara FKMS. "Kasus pencemaran minyak pelumas di saluran Desa Ampeh jelas telah memberikan dampak negative bagi lingkungan desa itu dan sekitarnya.
Apalagi kejadian serupa menurut warga kerap terjadi disaluran tersebut, dan jelas minyak pelumas di saluran itu berasal dari perusahaan ExxonMobil,'' jelas Safwani, Selasa (02/10) dalam konferensi Pers.

Tak hanya itu, pihaknya juga menduga bahwa di bawah landasan pacu Airport milik ExxonMobil ada saluran pengaliran air bahan berbahaya.
"Nah, karena perusahaan exxon diduga telah melakukan pencemaran di Desa Ampeh, maka sudah sepatutnya exxon untuk bertanggung jawab melakukan pemulihan lingkungan pada daerah tersebut dan menggantikan segala kerugian masyarakat,'' katanya lagi.

Lebih lanjut ia menerangkan, tanggung jawab mutlak berada pada perusahaan exxon dan juga pemerintah. Sebagaimana yang telah diterangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
"Terkait hal ini, kami dari FKMS juga meminta Pemkab Aceh Utara melalui Kantor Lingkungan Hidup yang telah mengambil sampel minyak bercampur bahan beracun, agar dapat dipublikasikan nantinya hasil tes/uji lap. Agar masyarakat tahu secara detail tentang kejadian sebenarnya,'' tutup Safwani.

Adapun sebelas LSM yang tergabung dalam FKMS yakni LSM Sahara, Rawi, BYTRA, LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, LBH APIK Aceh, SEPAKAT, KDAU, Jari Aceh, K2HAU, LIMID, dan MaTA.


Berita, The Globe Journal, Selasa 02 Oktober 2012

Banyak Perusahaan Tak Jalankan Program CSR

LHOKSEUMAWE- Selama ini realisasi program Corperate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat lingkungan masih sangat kurang. Bahkan masih banyak perusahaan yang tidak mau menjalankan program-program CSR. Karena melihat program tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya.Hal itu terungkap dalam Seminar Program CSR, Prinsip Aturan dan Praktik yang digelar Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) Selasa (2/10) di Gedung Hasbi Assidiqi Lhokseumawe. Kegiatan ini untuk mengetahui kerangka riset CSR dan aturan hukum yang ada serta implementasinya di Kabupaten Aceh Utara.

Menurut Ketua KDAU, Muhammad Usman, seminar tersebut dihadiri oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat serta para mahasiswa dan warga lingkungan. Sementara pemateri dari pihak akademisi, Amrizal J Prang, perwakilan PT Arun, Irwandar.“Program CSR tidak sebatas pengelolaan dana community Development semata. Tetapi lebih luas dari pemberian dana yang selama ini dilakukan oleh perusahaan. Ke depan diharapkan adanya terobosan dalam pengelolaannya, baik itu dari sisi kebijakan. Seperti adanya qanun khusus yang mengatur hal tersebut. Sehingga pengelolaannya harus transparan kepada publik,”ucap Muhammad Usman.

Mengingat pentingnya hal itu, maka pihaknya bersama sejumlah LSM sepakat untuk melakukan riset untuk diajukan sebagai rancangan qanun (Raqan) di Kabupaten Aceh Utara nanti. Apalagi dalam sejumlah aturan termasuk UUPA juga dijelaskan program CSR. Di sana disebutkan tentang pentingnya pembangunan yang memprioritaskan lingkungan sekitar, yaitu alam dan manusianya. (agt)

Dimuat di Rakyat Aceh, Rabu 03 Oktober 2012


Senin, 03 September 2012

Program CSR Belum Maksimal, KDAU Bilang Ke Depan Perlu Diatur Dalam Qanun

LHOKSEUMAWE- Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) menilai pengelolaan program Corporate Social Responsibility (CSR) di Aceh Utara selama ini belum maksimal. KDAU memandang ke depan perlu ada Qanun CSR di kabupaten ini agar menjadi sebuah regulasi untuk pelaksanaan program tersebut yang lebih baik.
“Aceh Utara pernah dikenal sebagai daerah petro dolar, tapi kualitas CSR dari perusahaan-perusahaan minyak dan gas maupun perusahaan BUMN lainnya belum memberikan dampak singnifikan kepada masyarakat,” kata Muhammad Usman, Koordinator KDAU kepada The Atjeh Post, Senin, 3 September 2012.
Malahan, kata Muhammad Usman, Aceh Utara menjadi daerah termiskin di Aceh dengan jumlah penduduk miskin 126.590 jiwa atau 25,29 persen. Ironisnya lagi, kata dia, penduduk miskin tersebut berada di sekitar perusahaan raksasa yang beroperasi di Aceh Utara.
Padahal, menurut Usman, UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang sudah diberlakukan sejak 16 Agustus 2007, dijelaskan pada ketentuan umum pasal 1. a “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun pada masyarakat pada umumnya”.
“Dalam konteks Aceh, UUPA atau UU No 11 tahun 2006 juga tidak luput berbicara tentang program CSR ini, ada 20 pasal yang menyebutkan tentang pentingnya pembangunan yang memprioritaskan lingkungan sekitar yaitu alam dan manusianya,” kata Usman yang akrab disapa Osamah.
Itu sebabnya, KDAU berharap semua perusahaan di Aceh Utara melaksanakan program CSR baik perusahaan berskala internasional, nasional maupun daerah. CSR bukan hanya kewajiban perusahaan raksasa, kata dia, tapi juga tanggung jawab perusahaan yang bergerak dalam bidang galian C, perusahaan sawit maupun perbankkan.
“Program CSR diharapkan dapat memberi dampak yang baik bagi daerah dan masyarakat sekitar perusahaan. Kalau semua perusahaan di Aceh Utara dan daerah lain melaksanakan CSR dengan bagus maka perusahaan itu sendiri juga mendapat kepercayaan yang lebih dari segi iklim investasi karena etika bisnis sudah dilakukan dengan baik,” kata Usman.
Dalam waktu dekat, KDAU berencana melakukan riset tentang kebutuhan Qanun CSR di Aceh Utara. Qanun ini, kata Usman, diharapkan menjadi sebuah regulasi untuk pelaksanaan CSR lantaran di kabupaten ini banyak perusahaan besar.
“Jangan sampai sumberdaya alam jadi kutukan, daerah yang kaya sumberdaya alam tapi terpuruk nasibnya,” kata dia.[]

Berita The Atjeh Post, Senin 03 September 2012

Provit Harus Perhatikan CSR

 LHOKSUKON-Sejauh inI, perusahaan yang ada di Aceh, termasuk BUMN tidak menyalurkan dana Corperate Social Responsibility (CSR). Malah bantuan air bersih saja tidak pernah diberikan kepada lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib kepada Rakyat Aceh, kemarin.“Kita mendukung agar perusahaan di Aceh Utara khususnya dan Aceh umumnya untuk beroperasi kembali. Tetapi yang kita harapkan nantinya, perusahaan itu dapat memperhatikan lingkungan sekitar. Tidak seperti saat ini, dana CSR hampir tidak dirasakan oleh masyarakat sekitar,”ungkap Cek Mad panggilan akrab Bupati Aceh Utara.

Lanjutnya, terkait rencana pembangunan terminal gas Arun. Dirinya juga berharap agar pasokan gas dapat diprioritaskan kepada perusahaan yang ada di Aceh. Sehingga perusahaan yang ada di Aceh dapat beroperasi secara optimal.“Kita lihat saat ini, jangankan dana CSR, bantuan air bersih saja untuk lingkungan tidak pernah diberikan. Sehingga wajar kalau masyarakat kadang pesimis dengan kondisi perusahaan. Sebab dirasakan tidak membawa manfaat bagi mereka,”ucap bupati.

Selain itu, pemerintah pusat yang telah memberikan sinyal bahwa pembangunan terminal telah final. Tentunya harus ada kebijakan tegas tentang kepastian pasokan gas. Jangan hanya membangun terminal gas tapi kepastian pasokannya tidak ada.“Harapan saya, jika nantinya terminal gas sudah terbangun dan berjalan. Perusahaan yang ada harus peduli terhadap lingkungan sekitar,”ucap Cek Mad. (agt)

Rakyat  Aceh, 03 September 2012

Dana CSR Minim, Dahlan Iskan Bilang Perusahaan BUMN di Aceh Sedang Sakit

Minggu, 02 September 2012 14:10 WIB
IRMAN I.P

LHOKSEUMAWE- Sejumlah kalangan menilai kepedulian perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang beroperasi di Aceh melalui program Corporate Social Responsibility (CSR/tanggung jawab sosial perusahaan) terhadap masyarakat lingkungan tergolong minim.
Ditanya komentarnya terkait hal ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan berkata, “Ya kalau CSR dari perusahaan-perusahaan BUMN yang ada di Aceh, perusahaannya sendiri aja lagi sakit,” kata Dahlan Islan ketika ditemui di Guest House PT Arun, Batuphat, Lhokseumawe, Sabtu, 1 September 2012.
Mendengar tanggapan Menteri BUMN yang terkesan ‘membela’ perusahaan BUMN, sejumlah petinggi PT Arun NGL dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang mendampingi Dahlan Iskan, ikutan menebar senyum sumringah sembari menganggukkan kepala.
Sebagaimana diberitakan, Dahlan Iskan berkunjung ke Lhokseumawe setelah memberi kuliah umum di Universitas Al Muslim Bireuen, Sabtu, 1 September 2012. Di Guest House (Wisma Tamu) PT Arun, Menteri BUMN itu mengadakan pertemuan dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib, anggota DPR RI asal Aceh Marzuki Daud dan Nasir Djamil, jajaran PT Pertamina, PT Arun, PT PIM, PT KKA dan PT PLN Wilayah Aceh.
“Tadi dengan Pak Gubernur kita bicarakan bagaimana perusahaan-perusahaan  BUMN yang ada di Lhokseumawe (dan Aceh Utara) bisa beroperasi kembali,” kata Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan, keputusan menjadikan Kilang LNG Arun sebagai Receiving Terminal sudah final. Bahkan, kata dia, dalam pertemuan itu diputuskan segera membangun pipa dari Arun ke Medan. “Oktober nanti sudah bisa ditenderkan pembangunan pipa dari Arun ke Medan, izin-izin dari Pak Gubernur Aceh sudah keluar. Itu nanti dijadikan lima paket tender,” katanya.
Lantas, apakah perusahaan milik pemerintah daerah bisa ambil bagian atau bermitra dengan Pertamina dalam pengelolaan Terminal Penerima dan Penampung LNG itu? “Kalau saya terserah aja, mana yang baik,” kata Dahlan Iskan.
Vice President Director PT Arun NGL Fuad Buchari yang berdiri di sisi kanan Dahlan Iskan menimpali, “otomatis (bisa)”.
Sebelumnya, Direktur Utama Perusahaan Daerah Pase Energy Terpriadi A Majid menyebutkan perusahaan daerah milik Pemerintah Aceh Utara ini ingin bermitra dengan Pertamina dalam Receiving Terminal dan Regasification Arun.
“Kita berharap bisa menjadi mitra Pertamina baik dalam hal gas raider, konstruksi maupun investasi. Keuntungan yang diperoleh perusahaan daerah akan meningkatkan pendapatan asli daerah,” kata Terpriadi yang juga Wakil Ketua Kadin Aceh Utara.[]

Berita The Atjeh Post 

KP2 Berharap Presdir Baru PT Arun Bangun Lingkungan Mandiri

Senin, 30 Juli 2012 18:30 WIB
IRMAN I.P

LHOKSEUMAWE - Komite Pemuda Partisipatif (KP2) yang dibentuk oleh 13 desa lingkungan PT Arun berharap Iqbal Hasan sebagai Presiden Direktur yang baru di perusahaan itu menerapkan konsep pembinaan yang membuat desa binaan mandiri.
Dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada The Atjeh Post, Senin, 30 Juli 2012, Ketua KP2 Syukri menyebutkan pihaknya menyambut baik kehadiran putra Aceh yang menjadi pemimpin PT Arun. Tetapi, kata Syukri, hal itu bukan suatu yang baru di kalangan tokoh masyarakat lingkungan Arun. Sebab sebelumnya perusahaan pengolah LNG itu juga dipimpin putra Aceh.
“Sebelum kehadiran Presdir yang baru, PT Arun juga dipimpin putra Aceh yang punya keinginan sama membangun lebih baik. Namun bagaimana lingkungan PT Arun sampai hari ini yang belum dapat dikatagorikan terbebas dari kemiskinan. Bahkan desa binaannya belum mandiri dari ketergantungan proposal bantuan,” kata Syukri.
Syukri menilai alokasi dana CSR (corporate social responsibility) mencapai Rp5 miliar per tahun belum mampu membangun suatu lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk kebutuhan paska era gas Arun nantinya. “Kami menilai program CSR selama ini masih memakai konsep cilet cilet,” katanya.
Itu sebabnya, menurut Syukri, KP2 berharap dengan pergantian pimpinan PT Arun ada perubahan konsep untuk membangun lingkungan perusahaan menjadi mandiri. KP2 juga meminta pimpinan baru Arun tidak memanfaatkan CSR sebagai bentuk konsep pencitraaan semata.[]


Jumat, 17 Agustus 2012

FKMS Minta Bupati Minta Hapus Dana Aspirasi dan TPK PNS


LHOKSEUMAWE - Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) meminta Pemerintah Aceh Utara di bawah kepemimpinan Bupati Muhammad Thaib (Cek Mad) menghapus alokasi dana aspirasi bagi anggota DPRK dan tunjangan prestasi kerja (TPK) pegawai negeri sipil.
Hal itu disampaikan FKMS Aceh Utara dalam pertemuan dengan Bupati Cek Mad di ruang kerja Bupati, Kamis 9 Agustus 2012. Dari FKMS hadir Zulfikar (LBH Pos Lhokseumawe), Hafidh Polem (MaTA), Dahlan (LSM Sahara), Nurul (LSM Jari Aceh), Ely (LBH Apik Aceh), Anas (KDAU) dan Safwani sebagai juru bicara FKMS Aceh Utara.
Sedangkan Bupati Cek Mad didampingi Asisten I (Bidang Pemerintahan) Setdakab Aceh Utara Teuku Mustafa dan Asisten III (Bidang Administrasi dan Keuangan) A. Aziz.
Menurut Hafidh, dana aspirasi bagi anggota DPRK perlu dihapus karena akan berdampak buruk. Di antaranya, menyuburkan calo anggaran, mengacaukan sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran, memperbesar jurang kemiskinan antar daerah serta menimbulkan kesenjangan di tengah masyarakat, dana aspirasi tidak punya landasan hukum dan DPRK tidak berhak mengeksekusi langsung anggaran.
“Kalau dialokasikan dana aspirasi, apa gunanya Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan),” kata  Koordinator Bidang Advokasi Anggaran dan Kebijakan Publik Masyarakat Transparansi Aceh ini.
Pemberian Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) untuk PNS, kata Hafidh Polem, juga perlu dihapus karena sangat membebankan keuangan daerah dan tidak memberikan dampak signifikan untuk peningkatan kinerja. Sebab semua PNS di Aceh Utara memperoleh dana TPK baik yang bekerja maupun tidak bekerja maksimal.
“(PNS) yang masuk kantor sekadar teken absen dan yang duduk di warung kopi saat jam kerja juga kebagian dana itu. Artinya, prestasi kerja mereka tidak dinilai sebagai indikator pemberian TPK, maka kita harapkan dihapus saja,” kata Hafidh Polem.
Hafidh Polem menambahkan, Pemerintah Aceh Utara juga harus menerap sistem mekanisme komplain atas hasil Musrenbang. Sistem ini, kata dia, pernah diusulkan pada tahun 2011 dan sudah dibangun kesepahaman dengan Bappeda serta beberapa anggota DPRK Aceh Utara, tetapi belum terlaksana menyeluruh.
“Sitem mekanisme komplain perlu diterapkan  agar masyarakat punya ruang untuk mempertanyakan apabila usulan mereka saat Musrenbang, tiba-tiba hilang di tingkat kabupaten yang akhirnya menimbulkan sikap apatis terhadap pemerintah,” katanya.
Di awal pertemuan, Juru Bicara FKMS Safwani menyebutkan pertemuan itu bertujuan memberi gambaran kepada Bupati Aceh Utara tentang masalah publik, mendeskripsikan masalah dan solusi, mendorong pemerintahan yang lebih baik.[]
 
 The Atjehpost, 09 Agustus 2012



Perlu Reformasi Birokrasi Pemerintah Aceh Utara


Lhokseumawe - Bupati Aceh Utara, H. Muhammad Thaib dalam pertemuan di Kantor Setdakab dengan Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) dan 11 Lembaga Swadaya Masyarakat berjanji akan merespon hasil pertemuan dengan FKMS.

Seperti apa sampaikan oleh FKMS dan LSM terkait sistim mekanisme keluhan dan respon terhadap hasil Musrenbang, Bupati akan membangun kesepahaman dengan Bappeda juga beberapa anggota Dewan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses Musrenbang.

Menurut Juru Bicara FKMS, Safwani SH, ada point-point lain yang lebih penting dilakukan oleh pemda Aceh Utara di antaranya ialah:
- Kebijakan publik dalam memperkuat sistim perencanaan pembangunan daerah,
- Menghapus alokasi dana aspirasi bagi anggota dewan,
- Melakukan reformasi birokrasi, menghapus dana tunjangan prestasi kerja ( TPK ), dan
- Pemberantasan korupsi.

Selanjutnya, berkaitan dengan lingkungan hidup karena, permasalahan ini ada yang perlu di lakukan perbaikan ialah peninjauan kembali izin galian C dan pengembangan tanaman perkebunan selain sawit. Kemudian point yang terakhir adalah, pemberdayaan perempuan dan pendampingan hukum terhadap korban.

"Forum Komunikasi Masyarakat Sipil bekerjasama dengan 11 Lembaga Swadaya Masyarakat yakni sebagai berikut, Bytra, Jari Aceh, KDAU,K2HAU, LBH APIK Aceh, LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, LIMid, MaTA, RAWI, SAHARA dan SEPAKAT ", jelas Safwani mengakhiri.

The Global Journal, 09 Agustus 2012

LSM: Hapus TPK Pengawai Malas

LHOKSEUMAWE - Sejumlah LSM yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) Aceh Utara dan Lhokseumawe meminta Pemkab Aceh Utara menghapus Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) PNS yang malas, tak disiplin, dan berkinerja buruk. Karena selama ini belum ada indikator terukur dalam pemberian TPK kepada PNS.

Demikian antara lain terungkap dalam audiensi pengurus FKMS dengan Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib di ruang kerja Bupati, Kamis (9/8). Dalam pertemuan itu, masing-masing LSM menyampaikan masalah  sosial yang mereka ditemui di lapangan.

“Selama ini semua PNS bisa mendapatkan TPK, sehingga tidak memberi dampak apapun bagi kinerja mereka. PNS yang sering nongkrong di warung kopi dengan yang berkinerja baik, jumlah TPK-nya sama,” kata Hafid dari LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).

Hal itu, menurutnya, jelas hanya membebankan keuangan darah saja. Karenanya, FKMS meminta Bupati menetapkan kriteria PNS yang diberi  TPK. Sehingga hanya PNS berkinerja baik yang bisa mendapatkan TPK tersebut. “Jika tidak, mustahil kinerja PNS bisa ditingkatkan,” timpal Hafid.

Sementara Direktur LSM Sahara, Dahlan M Isa menyampaikan, masalah izin galian C seperti di Kecamatan Sawang perlu ditinjau kembali. “Karena kini akibat galian C, sumur warga di sejumlah desa dalam kecamatan Sawang sudah kering,” ungkapnya.

Pada sektor perkebunan, Hafid berharap pemkab lebih memprioritaskan tanaman seperti kakao dan pinang, bukan kelapa sawit. Karena, sawit sangat rakus terhadap unsur hara dan air. “Bahkan, hasil penelitian Universitas Malikussaleh, kakao lebih sesuai dibudidaya di Aceh Utara,” pungkas Dahlan.(c37)

Kita Pelajari Dulu
SAYA berharap pertemuan seperti ini bukan yang terakhir. Semua masukan yang telah disampaikan telah dicatat dan akan kami pelajari dulu. Kami berharap ke depan LSM juga terus mengawasi kinerja kami. Saya yakin, dengan mengutamakan musyawarah semua masalah bisa diatasi.
* Muhammad Thaib, Bupati Aceh Utara.(c37)

Serambi Indonesia, 10 Agustus 2012

Adakah Partai Lain Selain PAN

SAYA membaca sebuah informasi di halaman utama Serambi Indonesia edisi Senin, 23 Juli 2012 lalu, tentang perekrutan calon anggota legislative untuk Pemilihan Legislatif 2014 oleh DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Aceh. Terlepas dari berbagai kurangan internalnya, menurut saya apa yang dilakukan oleh PAN adalah suatu langkah bagus untuk memperbaiki kualitas demokrasi kita.

PAN sudah membuka diri untuk memberikan ruang kepada masyarakan luar untuk berpartisipasi dalam Pileg 2014. Artinya tidak harus orang dari dalam partai saja yang bisa mencalonkan diri, namun orang lain dari luar juga mempunyai kesempatan. Faktanya, banyak juga orang-orang dari luar yang berkompeten dan berkualitas, bahkan tidak sedikit yang lebih baik dari orang dalam partai itu sendiri. Masalahnya selama ini partai politik tidak memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat luar.

Saya pikir pelibatan masyarakat dalam berbagai aspek adalah suatu keniscayaan dan itu menjadi salah satu indikator berkualitas atau lemahnya demokrasi. Sebagai generasi muda, saya sangat mengharapkan kalau partai-partai lain, terutama partai lokal yang ada di Aceh juga ikut membuka ruang yang luas untuk orang dari luar partai. Prinsipnya, apapun itu, harus dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kemaslahatan rakyat banyak.

Muhammad Adam
Sekjen Komunitas Demokrasi
Aceh Utara (KDAU)

Serambi Indonesia, 04 Agustus 2012





Sabtu, 16 Juni 2012

Korban KKA Minta Pemerintah Sahkan Qanun KKR

PM, Lhokseumawe—Puluhan keluarga korban Tragedi Simpang KKA menuntut pemerintah Aceh segera mengeluarkan qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan pengadilan HAM di Aceh.
Hal itu disampaikan kepada puluhan keluarga korban di sela sela memperingati 13 Tahun Tragedi Simpang KKA di ruas Jalan Simpang KKA, Desa Paloh Lada, Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Rabu (3/5).
Kordinator Demokrasi Aceh Utara, Muhammad Usman, mengatakan, dalam memontum 13 Tahun tragedi Simpang KKA, keluarga korban sangat berharap kepada pemerintah Aceh dan pemerintah pusat dapat segera merealisasikan qanun KKR dan Pengadilan HAM , sehingga pelanggaran HAM di Aceh khususnya tragedi Simpang KKA dapat terungkap.
Menurut Usman, dalam MoU Helsinski sudah sangat tegas dinyatakan bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Pengadilan HAM di Aceh harus dibentuk dengan tujuan agar negara bertanggung jawab terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Aceh.
“Tragedi Simpang KKA hanya salah satu dari sekian banyaknya tragedi berdarah di Aceh, sampai hari ini negara belum memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, menghormati, dan memperjuangkan HAM,” kata Usman.
Acara memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA itu juga diwarnai pembacaan surat anak korban yang ditujukan untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu dibaca oleh Risma Aprilia, 18 tahun yang merupakan anak dari Karimuddin, salah satu dari 21 korban dalam peristiwa berdarah tahun 1999 silam.
“Surat tersebut akan dikirim kepada Presiden SBY sebagai suara hati anak korban tragedi Simpang KKA yang menuntut komitmen tegas Presiden SBY untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Aceh termasuk kasus Simpang KKA,” kata Muhammad Usman yang juga panitia kegiatan memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA.
Selain pembacaan surat untuk SBY, keluarga korban dan pegiat HAM membagikan selebaran kepada peserta dan pengguna jalan Medan-Banda Aceh yang melintasi Simpang KKA.
HUT 13 Tragedi Simpang KKA itu juga ditandai dengan didirikan bangunan tugu yang bertuliskan nama seluruh korban Tragedi Simpang KKA pada 3 Mei 1999 silam lalu. Acara tersebut juga di hadiri oleh Sekda Aceh Utara, Ketua DPRK Aceh Utara, Lembaga Kontras Aceh, K2HAU, Forsika, ICTJ, RPuK, KDAU, FKMA, PCC Aceh, SEPAKAT dan masyarakat sekitar Tragedi Simpang KKA.[cff]

Dimuat di Pikiran Merdeka, 04 Mei 2012

Tragedi Simpang KKA (Keadilan Bukan Sebatas Tugu)

Lhokseumawe - Komunitas Korban Tragedi Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh-red) yang terdiri dari elemen sipil dan juga organisasi mahasiswa, hari ini, Kamis (3/5/2012) menggelar peringatan tragedi berdarah di Aceh Utara yang terjadi pada 3 Mei tahun 1999 silam.
Dalam MoU Helsinki sudah sangat tegas dinyatakan bahwa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Pengadilan HAM di Aceh harus dibentuk dengan tujuan agar negara bertanggung jawab terhadap korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu di Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa proses pengungkapan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap HAM merupakan salah satu amanah yang harus dituntaskan, seperti halnya kasus Simpang KKA yang hingga saat ini tidak mempunyai titik kejelasan.
Tragedi simpang KKA hanya salah satu dari sekian banyaknya tragedi berdarah yang melenyapkan ratusan ribu nyawa manusia di bumi Serambi Mekkah, sampai hari ini negara belum memenuhi kewajibannya untuk memenuhi, melindungi, menghormati, dan memperjuangkan HAM.
Dalam rilis yang dikirimkan ke AtjehLINK tersebut mereka menyatakan bahwa, ketika negara membiarkan segala bentuk pelanggaran HAM Aceh dan tidak diselesaikan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, maka negara sekali lagi telah melakukan pelanggaran HAM dalam bentuk pembiaran, kondisi ini bisa dilihat sebab pemerintah tidak melakukan langkah-langkah kongkrit untuk penyelesaian kasus masa lalu.
Di sisi lain, komunitas korban tragedi simpang KKA juga memberi apresiasi untuk pemerintah Aceh Utara yang sudah membangun tugu korban di Simpang KKA, serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat kepada mereka dalam mendorong pembangunan tugu KKA tersebut. Mereka juga menyatakan rasa terima kasih kepada masyarakat sipil Aceh, mahasiswa Se-Aceh dan korban pelanggaran HAM seluruh Aceh dan menyatakan, bahwa tugu simpang KKA merupakan buah dari perjuangan panjang kita bersama, semoga tugu seperti ini segera terbangun didaerah-daerah lain sebagai salah satu bukti sejarah masa lalu atas kejadian pelanggaran HAM dan semoga menjadi media pembelajaran dimasa yang akan datang.
Pada momentum peringatan 13 tahun tragedi Simpang KKA ini, komunitas tersebut menyatakan:
1.Pemerintahan Aceh dan Pusat harus mengambil langkah-langkah kongkrit misalnya dengan membentuk tim-tim pencari fakta terhadap kasus masa lalu di Aceh untuk adanya sebuah pendomentasian kasus secara menyeluruh di Aceh, pemerintahan Aceh segera membentuk Qanun KKR Aceh.
2.Pemerintahan di tingkat Nasional harus segera mengesahkan undang-undang KKR Nasional yang sudah di cabut.
3.Pembentukan pengadilan HAM untuk Aceh menjadi bahagian dari penyelesaian kasus pelanggaran HAM Aceh, mekanisme pengadilan HAM dan KKR saling berhubungan dalam proses pemberian rasa keadilan bagi korban.
Terkait dengan hal tersebut Komunitas Korban Tragedi Simpang KKA yang terdiri dari Komunitas Korban HAM Aceh Utara (K2HAU), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh (KontraS Aceh), International Center for Transisional Justice (ICTJ), Relawan Perempuan untuk Keadilan (RPuK), Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh (FKMA), Lembaga Swadaya Masyarakat Sepakat (LSM Sepakat), Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) dan People Crisis Center Aceh (PCC Aceh), melalui rilis yang disampaikan kepada AtjehLINK menyatakan, mendesak pemerintah, baik Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat agar segera membentuk KKR dan pengadilan HAM di Aceh, agar keadilan bagi korban dapat terpenuhi dengan baik serta menghukum pelaku pelanggaran HAM di Aceh, karena menurut mereka ‘keadilan bukanlah sebatas tugu’. (Ngah/sp)

Dimuat di atjehlink.com, 03 Mei 2012

Aktivis HAM Gelar Doa Untuk Saddam Husen

Lhokseumawe | Harian Aceh - Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara bersama aktivis HAM, Rabu (2/5), menggelar doa di makam Saddam Husein, korban tragedi berdarah Simpang KKA, Krueng Geukuh, Aceh Utara, 3 Mei 1999. Di komplek kuburan itu, di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh, Aceh Utara, mereka menangis terisak mengenang peristiwa pembantaian 13 tahun silam.
Ibu kandung Saddam Husein, Fauziah,52, yang hadir pada acara doa bersama itu, menyebutkan, Saddam Husein syahid di usia tujuh tahun. Kala itu, ia tercatat sebagai siswa kelas satu SD Inpres Krueng Geukuh. “Saya masih ingat betul kejadian di Simpang KKA yang telah merenggut nyawa anak saya,” katanya. “Saya masih merasa trauma sampai hari ini. Saya menuntut keadilan dan tanggung jawab negara”.
Murtala, Ketua Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) mengatakan, tragedi Simpang KKA menyebabkan 21 orang meninggal dan 156 orang luka-luka. “Doa bersama dan ziarah kuburan Saddam Husein adalah salah satu kegiatan memperingati 13 tahun peristiwa Simpang KKA. Acara puncak kami laksanakan besok (hari ini-red) di Simpang KKA,” kata Murtala didampingi Muhammad Usman, Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara.
Selain K2HAU dan KDAU, kata Usman, Forsika, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat juga tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun peristiwa Simpang KKA. “pada acara puncak akan diisi kegiatan orasi politik korban, pembagian selebaran, tanggapan pihak pemerintah baik Pemerintah Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh yang diundang panitia, juga doa bersama,” katanya.
Usman akrab dipanggil Osama menambahkan, pihaknya akan terus menuntut pemerintah bertanggung jawab menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat Simpang KKA. “Perjuangan menuntut penyelesaian kasus itu tidak akan pernah berhenti meski negara telah melakukan pembiaran selama 13 tahun,” kata Osama. (nsy)

Dimuat di Harian Aceh, 02 Mei 2012

Doa Untuk Saddam Husein (In Memoriam Tragedi SP.KKA)

Aceh Utara – Dalam rangka peringatan 13 tahun kasus Simpang KKA, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU), forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat yang tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun Simpang KKA melakukan doa bersama pada Rabu (2/05/2012), di balai dekat kuburan umum di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.
Sesudah doa bersama masyarakat korban dan penggiat HAM yang berjumlah sekitar 50 orang menuju lokasi kuburan Saddam Husein yang tidak jauh dari balai tersebut. Ziarah salah satu kuburan korban simpang KKA “Saddam Husein” merupakan proses kegiatan sebelum peringatan puncak besok (03/05/2012).
Sebelum proses kegiatan dimulai Murtala Ketua K2HAU menyampaikan kronologis tentang detik-detik meninggalnya Saddam Husein 13 tahun yang lalu, tgk Imum yang akan memimpin doa tidak kuasa menahan tangis mendegarkan penyampaian kronologis Simpang KKA yang membuat 21 orang meninggal dan 156 orang luka-luka pasca kejadian 03 Mei 1999 lalu.
Saddam Husein meninggal di Simpang KKA (03/05/199) dalam usia 7 tahun, pada saat itu Husein kecil bersekolah di SD Inpres Krueng Geukuh kelas 1. Fauziah ibunda Saddam Husein sampai saat ini masih menuntut atas kejadian yang menimpa dirinya di Simpang KKA.
Persis hari Senin, 3 Mei 1999 dua belas tahun yang lalu, saya sedang berjualan pisang goreng di simpang empat Krueng Geukueh. ”Mak,…! kita belum ambil uang didalam laci.” Saddam Husein lari mengambil uang itu, saya kembali menyusul dia mengamil uang yang di maksud Saddam, uang itu berjumlah Rp 2.000, uang itu terbungkus di dalam plastik hasil laku pertama sekali saya jualan.
Husein kecil selalu menemani saya berjualan pisang goreng di lintasan Jalan Medan- Banda Aceh di simpang empat Krueng Geukueh sebelum berangkat sekolah, Saya belum dapat melupakan peristiwa itu, saya masih merasa trauma sampai dengan hari ini. Malam-malam kelam masih menyelimuti perasaan saya sebut Fauziah yang sekarang berumur 52 tahun.
“Pembiaran oleh Negara tanpa mengambil langkah-langkah yang jelas untuk penyelesaian kasus simpang KKA merupakan aspek pembiaran yang dilakukan oleh Negara, dimana disaat Negara membiarkan kasus ini tanpa apa penyelesaian maka Negara melakukan yang namanya pelanggaran HAM kali kedua,” sebut Muhammad Usman (Koordinator KDAU).
Iskandar Dewantara (Direktur PCC Aceh) menilai, Negara belum bertanggung jawab untuk memulihkan rasa trauma masyarakat korban dan keluarga korban, hal ini juga bisa dilihat dengan pembiaran sudah 13 tahun KKA belum selesai dan belum ada kejelasan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM.
Masih ada ketakutan Negara akan terjerat para panglima-panglima pelanggaran HAM di Aceh kalau kasus ini diselesaikan sebut Ferry Afrizal dari FKMA.
Peringatan ini didukung oleh; K2HAU, Forsika, ICTJ, RPuK, Kontras Aceh, KDAU, FKMA, PCC Aceh, SEPAKAT. (sp)

Dimuat di atjehlink.com, 02 Mei 2012

13 Tahun Tragedi KKA, Keluarga Korban Ziarah Makan Saddam Husen

LHOKSEUMAWE- Memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) bersama puluhan pegiat Hak Asasi Manusia berziarah ke makam Saddam Husen di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh, Dewantara, Aceh Utara, Rabu pagi, 2 Mei 2012.
Saddam Husen adalah salah satu korban tragedi berdarah Simpang KKA, Dewantara, Aceh Utara pada 3 Mei 1999. Saddam Husen yang berusia tujuh tahun, ketika itu, tengah menemani ibunya, Fauziah, berjualan pisang goreng. Bocah kelas satu Sekolah Dasar Inpres Krueng Geukuh ini syahid setelah diterjang peluru.
Sebelum ke makam Saddam Husen, pihak K2HAU bersama Forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat yang tergabung dalam panitia bersama peringatan 13 tahun tragedi Simpang KKA, menggelar doa bersama di balai dekat kuburan umum di Dusun Batee Timoh Gampong Keude Krueng Geukuh itu.
Doa bersama dan ziarah makam Saddam Husen ikut dihadiri Fauziah, 52 tahun, ibu kandung almarhum Saddam Husen. Sebelum doa bersama dimulai, Ketua K2HAU Murtala menyampaikan kronologis kejadian meninggalnya Saddam Husein 13 tahun lalu. Kata Murtala, insiden Simpang KKA pada Senin 3 Mei 1999 silam menewaskan 21 warga dan 156 orang luka-luka.
Entah karena tak kuasa menahan haru, teungku imum yang akan memimpin doa, ikut menangis mendengar kisah tentang tragedi pelanggaran HAM tersebut.
“Doa bersama yang dilanjutkan ziarah ke kuburan Saddam Husein, yang kita laksanakan tadi merupakan rangkaian kegiatan memperingati 13 tahun peristiwa  Simpang KKA. Acara puncak akan kami laksanakan besok, (3 Mei 12), di Simpang KKA,” kata Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara (KDAU) Muhammad Usman yang akrab disapa Osama kepada The Atjeh Post, usai kegiatan ziarah ke makam Saddam Husen.
Menurut Osama, acara puncak memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA pada Kamis besok bakal diisi dengan beberapa kegiatan, yaitu orasi politik korban, pembagian selebaran, tanggapan pihak pemerintah baik Pemerintah Aceh Utara maupun Pemerintah Aceh yang diundang oleh panitia. Selain itu, besok juga ada doa bersama.[]

Dimuat di atjehpost.com, 02 Mei 2012

Pemerintah Dinilai Abaikan Tragedi Simpang KKA

LHOKSEUMAWE- Kalangan pegiat hak asasi manusia di Aceh Utara menilai pemerintah masih mengabaikan pelanggaran HAM berat Simpang KKA, Krueng Geukuh, Aceh Utara, yang terjadi 13 tahun silam. Hingga kini belum ada upaya serius dari negara untuk penyelesaian kasus tersebut.
“Tanpa mengambil langkah-langkah yang jelas untuk penyelesaian kasus Simpang KKA merupakan aspek pembiaran yang dilakukan oleh negara, Dan, ketika negara membiarkan kasus ini tanpa ada penyelesaian maka negara melakukan pelanggaran HAM kali ke dua,” kata Muhammad Usman, Koordinator Komunitas Demokrasi Aceh Utara melalui rilis yang diterima The Atjeh Post, Rabu, 2 Mei 2012.
Direktur People’s Crisis Centre Aceh, Iskandar Dewantara menilai negara belum bertanggung jawab memulihkan rasa trauma masyarakat korban dan keluarga korban tragedi Simpang KKA. “Ini juga bisa dilihat dengan pembiaran yang sudah 13 tahun. Belum selesai dan belum ada kejelasan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM itu,” katanya.
Ferry Afrizal dari Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh memandang masih ada ketakutan negara bahwa akan terjerat pihak tertentu dalam pelanggaran HAM di Aceh kalau kasus Simpang KKA diselesaikan.
Meski negara masih melakukan pembiaran, kata Muhammad Usman, Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) dan Forsika, KDAU, FKMA, PCC Aceh, ICTJ, KontraS Aceh, RPuK dan Sepakat, tetap berupaya menggugah dan menuntut tanggung jawab negara untuk penyelesaian kasus tersebut. Mereka bakal memperingati 13 tahun tragedi Simpang KKA, Kamis besok, 3 Mei 2012.[]

Dimuat di atjehpost.com, 02 Mei 2012

Senin, 11 Juni 2012

Inilah Rekomendasi Elemen Sipil Aceh Utara-Lhokseumawe Soal Kekerasan Pilkada

Inilah Rekomendasi Elemen Sipil Aceh Utara-Lhokseumawe Soal Kekerasan Pilkada

LHOKSEUMAWE – Elemen sipil Aceh Utara dan Lhokseumawe menggelar diskusi di kantor LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Selasa, 3 April 2012, guna menyikapi maraknya aksi kekerasan selama kampanye terbuka.

Selain LBH Pos Lhokseumawe, diskusi yang difasilitasi Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh, juga dihadiri pihak Komunitas Demokrasi Aceh Utara, LSM Suara Hati Rakyat, Jaringan Perempuan Untuk Keadilan dan Ranub Women Institute.

Fery Afrizal dari Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh (FKMA) menyebutkan pada 9 April 2012 masyarakat Aceh akan memilih kepala daerah dengan harapan bisa membawa perubahan lebih baik di berbagai sektor. Tapi sayangnya, kekerasan terus saja terjadi sehingga rakyat merasa ketakutan.

“Persaingan politik selama masa kampanye ini sangat jauh dari nilai demokrasi, karena diisi dengan pelanggaran mulai dari pencabutan atribut, penghadangan massa, teror dan ancaman lewat SMS, pemukulan, pembakaran mobil dan posko partai atau kandidat,” kata Fery Afrizal.

Fery dan elemen sipil lainnya menyayangkan aksi kekerasan tersebut yang terjadi setelah semua kandidat mendeklarasikan Pilkada Damai. Selain mencoreng wajah demokrasi di Aceh, mereka menilai hal tersebut juga bagian dari pelanggaran HAM dalam konteks hak sipil politik sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi ke dalam hukum positif di Negara Indonesia yaitu UU No 12 tahun 2005.

Elemen sipil Aceh Utara-Lhokseumawe mengkhawatirkan kalau para pihak tidak bersatu untuk melakukan pencegahan maka masyarakat Aceh akan terus merasa tertekan dengan kondisi politik yang tidak kondusif. Mereka menilai yang paling berperan menjaga perdamaian dalam pelaksanaan PILKADA ini polisi, KIP, Panwaslu, kandidat dan seluruh tim sukses.

Itu sebabnya, hasil diskusi tersebut elemen sipil Aceh Utara-Lhokseumawe mengajak sekaligus mendesak semua pihak agar menghentikan segala bentuk kekerasan di Aceh untuk menciptakan nilai demokrasi yang lebih baik, melaksanakan poin-poin dalam deklarasi Pilkada Damai sebagaimana telah disepakati bersama oleh para kandidat dan tim sukses.

Berikutnya, KIP dan Panwaslu mesti bekerja ekstra guna tidak ada lagi korban yang berjatuhan terutama di kalangan masyarakat sipil, polisi selaku pihak keamanan supaya segera mengusut tuntas dan menangkap pelaka teror, intimidasi dan pelaku kekerasan di Aceh sebagai bagian dari penegakan hukum.[]

The Atjeh Post, Selasa 03 April 2012